Renungan Ramadhan

Merasa di Surga dengan Damai

Berbahagialah pada kewajiban ibadah puasa karena mengantarkan hidup manusia, baik di dunia dan akhirat

Editor: Benny Dasman
Tribunnews/Yulis
Khutbah Salat Idul Adha di Masjid Jami Raudlatul Mu minin, di Komplek Griya Lembah, Depok,Jawa Barat 

Oleh KH Cholil Nafis Ph D

KETIKA informasi keberangkatan Nabi saw dari Mekkah untuk hijrah ke Madinah terdengar,   masyarakat Madinah riuh dan ramai menjadi perbincangan. Kabar tentang Nabi saw yang menjadi perbincangan khalayak umum menggugah hati seorang intelektual muda Yahudi Bani Qainuqa' bernama Alhashin bin Salam. Ia penasaran ingin tahu wajah Rasulullah saw.

Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah yang didampingi kaum Muhajirin dan  disambut kerumunan kaum Anshar, Alhashin bin Salam menerobos kerumunan untuk melihat langsung wajah Rasulullah saw. Saat Alhashin melihatnya, ia berucap wajah dan penampilannya membuatnya terpesona. Alhashin langsung menyatakan tampang rasulullah saw bukan pembohong.

Tak berhenti di situ, Alhashin bin Salam penasaran pada tutur kata dan pesan-pesan Rasulullah saw. Ia bersabar menunggu Rasulullah saw memberi nasihat. Alhashin bin Salam mendengar Rasulullah saw bersabda, "Hai umat manusian.! Sebarlah salam (kedamaian), berilah mereke makan, jalinlah silaturrahim antar mereka, dan lakukan shalat malam saat orang-orang tidur di tengah malam." (HR. Ahmad dan Turmudzi)

Penyebaran salam dapat diartikan ucapan salam saat sesama muslim bertemu atau berpisah. Namun lebih dari itu, salam berarti kedamaian yang harus disebarkan di mana berada. Artinya, setiap orang muslim senantiasa menebar kebaikan sehingga membuat orang lain di sekitarnya merasa nyaman dan aman.

Kewajiban seorang muslim adalah berbuat baik kepada tetangganya, melaksanakan tugas dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya sehingga dapat menyebarkan kedamaian kepada lingkungannya. Kedamaian inilah yang dapat merekatkan kasih sayang antarsesama.
Pemberian makan dapat diartinya berbagi rejeki kepada orang yang membutuhkan. Namun, arti lebih luas adalah mengasah empati dan kepedulian kepada orang lain yang membutuhkan bantuan.

Memang kata makanan lebih tepat untuk menggambarkan kepedulian terhadap kebutuhan orang lain karena dapat diungkapkan dengan makanan.  Namun sekaligus dapat menjadi tolok ukur. Seseorang dapat dilihat cara berpikir dan tindakannya dari cara makan dan cara memperoleh makan.

Allah SWT mengecam orang yang mengaku beragama tepati tidak memberi makan anak yatim dan menyantuni orang miskin. Mereka diberi predikat pendusta agama. Allah SWT berfirman, "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (Al-Ma'un: 1-3).

Menyambung silaturrahim dapat diartikan mempererat persaudaraan antarkerabat. Namun arti yang lebih luas dapat dimaknai sebagai perluasan jaringan. Sebab keleluasan dan ketenangan hidup selain karena cukup sandang dan pangan, juga ketika bisa eksis serta diterima oleh lingkungan masyarakat.

Salat malam saat orang-orang tertidur artinya melaksanakan salat tahajjud, salat hajat dan salat malam lainnya. Namun arti yang lebih luas adalah mengingat Allah SWT saat orang-orang lalai mengingat dan berdzikir kepada Allah.

Jika kita telah merasakan kedamaian, kepedulian, silaturrahim dan ingat kepada Allah SWT  maka akan merasa di surga dengan damai. Penampilan Rasulullah saw yang menunjukkan kejujuran dan ucapan yang menentramkan membuat Alhashin bin Salam terpesona dan mengikrarkan diri masuk Islam di depan Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah mengganti nama Alhashin dengan Abdullah bin Salam.

Puasa adalah ibadah yang dapat menempa seseorang untuk menghadir kedamaian, kepedulian, kerukunan, dan senantiasa ingat kepada Allah. Sebab saat orang melaksanan ibadah puasa dapat melatih ketulusan dan kejujuran sehingga terpancar di wajah dan tingkah lakunya.

Puasa dapat memberi rasa aman karena menyerahkan kehidupannya kepada Allah SWT.
Mengasah kepedulian karena rasa lapar dan haus yang dirasakannya, membangun kebersamaan sehingga terasa kerukunan, dan selalu ingat kepada Allah dengan salat tarawih dan shalat malam karena mengaharap datangnya malam Qadar (lailatul Qadar) yang turun di malam hari. Berbahagialah pada kewajiban ibadah puasa karena mengantarkan hidup manusia, baik di dunia dan akhirat.* (Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PB NU; Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia Pusat)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved