Kembalikan Nilai Budaya Asli
JUMAT, 23 September 2011 menjadi hari bersejarah bagi masyarakat adat Wehali/Malaka, Kabupaten Belu. Hari itu dinobatkan Petrus Muti Pareira menjadi Liurai Wehali/Malaka ke 16 di Istana kerajaan As Manlea.
JUMAT, 23 September 2011 menjadi hari bersejarah bagi masyarakat adat Wehali/Malaka, Kabupaten Belu. Hari itu dinobatkan Petrus Muti Pareira menjadi Liurai Wehali/Malaka ke 16 di Istana kerajaan As Manlea.
Ribuan pasang mata tertuju pada sosok rendah hati ini. Mengenakan pakaian kebesaran Liurai, Pareira dengan gagah duduk di singgasana.
Pareira mewarisi tahta Kerajaan Wehali/Malaka menggantikan Liurai ke 15, Almarhum Luis Sanaka Tey Seran.
Parera lahir di Manlea tanggal 9 Februari 1943 dan selama hidup didampingi istri tercinta, Margaretha Moy Usfal dengan 9 orang anak.
Saat ditemui di kediamannya di Atambua, Senin (26/9/2011), Liurai Pareira tampak akrab dan penuh kekeluargaan.
Tutur katanya halus dan runut. Tidak berlebihan kalau sosok Pareira menjadi panutan masyarakat Wehali/Malaka. Jabatan Liurai ini membawahi lima Loro yang ada di Belu termasuk raja-raja kecil.
“Struktur adat memang demikian. Liurai membawahi Loro. Di Belu ada lima Loro yakni, Loro Lamaknen, Loro Bauho, Loro Dirma, Loro Lakekun dan Loro Haitimuk. Setelah Loro barulah raja-raja kecil,” tutur Pareira.
Liurai Petrus mengungkapkan kembali pesannya saat acara penobatan dirinya tanggal 23 September 2011 lalu.
Dirinya menilai penobatan Liurai secara adat ini merupakan suatu ritual yang mempunyai keunikan tersendiri. Selain itu, merupakan momen penting dalam kehidupan adat istiadat yang perlu dijunjung tinggi. Bertolak dari arahan Presiden RI pada acara silahturami nasional raja dan sultan Nusantara II di Bandung, Liurai Petrus memandang pentingnya kebudayaan karena behubungan dengan identitas bangsa.
“Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama untuk dilaksanakan adalah, melestarikan kembali peradaban budaya umumnya dan khususnya budaya/adat istiadat Wehali/Malaka. Memfungsikan tatanan masyarakat/lembaga adat terutama lembaga adat Wehali/Malaka yang bertujuan membangun masyarakat itu sendiri,” ujar Pareira.
Mantan anggota DPRD Belu ini menambahkan,melestarikan adat istiadat adalah suatu tuntutan dan kebutuhan. Pasalnya, dalam perkembangan dunia sekarang ini, orang lebih terpengaruh dengan budaya luar dengan berbagai dampak negatifnya. Akibatnya, nilai luhur budaya asli justru semakin terkuras.
Memfungsikan tatanan masyarakat adat secara baik, kata Pareira, akan lebih fokus pada peran serta lembaga-lembaga adat dalam membangun budaya bangsa. Selain itu, dengan memfungsikan lembaga adat secara aktif, akan mewujudkan kerjasama erat antara lembaga adat itu sendiri dengan pemerintah.
“Secara khusus saya memohon restu dan dukungan kepada semua pihak serta seluruh komponen pemerintah dan masyarakat agar kami dapat memikul tanggung jawab ini dengan baik. Kami berharap agar di waktu-waktu yang akan datang, lembaga adat dan pemerintah dapat membangun kerjasama yang erat sebagai mitra sejajar untuk membangun Rai Belu tercinta,” pinta Pareira.