Warga Kampung Gerabah Terus Produksi Periuk Tanah

KUPANG, POS-KUPANG.COM — Warga Desa Webriamakta, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Belu yang terkenal dengan Kampung Gerabah sejak tahun 1982 terus memproduksi periuk tanah liat serta sejumlah produk peralatan rumah tangga dari tanah liat.

KUPANG, POS-KUPANG.COM — Warga Desa Webriamakta, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Belu yang terkenal dengan Kampung Gerabah sejak tahun 1982 terus memproduksi periuk tanah liat serta sejumlah produk peralatan rumah tangga dari tanah liat.

Yasinta Kase, pengrajin sekaligus penjual periuk tanah liat mengatakan hal ini ketika ditemui Pos Kupang di Pasar Kasih, Kelurahan Naikoten I Kupang, Senin (23/5/2011). Kase mengatakan, sejak tahun 1982 saat Desa Webriamakta dikukuhkan menjadi Kampung Gerabah, warga desa tersebut terus memproduksi sejumlah produk peralatan memasak seperti periuk tanah hingga pot bunga yang terkenal dengan nama geraba yang dibuat dari bahan tanah liat.

Kase mengatakan, sebagian besar warga desa tersebut adalah pengrajin seperti dirinya. Dalam sehari, kata Kase, dia mampu memproduksi periuk tanah 50 buah, sedangkan untuk gerabah atau pot besar dalam sehari hanya dapat memproduksi satu.

Hal ini dikarenakan untuk produk seperti periuk tanah ataupun dupa tidak membutuhkan alat khusus atau alat pemutar khusus. Dengan menggunakan tangan  sudah dapat menghasilkan periuk ataupun dupa. Sedangkan untuk membuat sebuah gerabah atau pot bunga dibutuhkan alat khusus atau yang biasa disebut pengrajin sebagai alat putar untuk dapat menghasilkan kehalusan bentuk pot hias atau gerabah.

Bahan asli seperti tanah liat, kata Kase, dihasilkan dari satu lubang tanah liat di desa tersebut yang tidak pernah habis meski diambil dalam skala banyak. Lubang tersebut, kata Kase, sudah sejak dari nenek moyang menjadi lubang penghasil tanah liat yang berkualitas di desa tersebut hingga kini yang telah menjadi satu-satunya sumber tanah liat di desa tersebut.

Dijelaskannya, untuk membuat satu pot hias gerabah dibutuhkan bahan tanah liat sebanyak 3 gayung, pasir sebanyak 1 gayung dan air secukupnya kemudian setelah tercampur merata lalu dibentuk dengan menggunakan lat putar. Setelah membentuk sebuah pot, kemudian dikeringkan dengan angin tanpa terkena sinar matahari. Saat setengah kering kemudian diberi motif.

Setelah pemberian motif, pot hias tersebut lantas dikeringkan selama kurang lebih tiga hari dan setelah tiga hari kering kemudian dimasukkan kedalam oven untuk pembakaran. Selanjutnya ditempel kulit telur dengan menggunakan lem dan tahapan terakhir dipernis.

Untuk pemasaran hasil-hasil kerajinan tanah liat dari desa tersebut, lanjut Kase dirinya selalu memasarkannya langsung di desa tersebut dan terkadang ke Kota Kupang, yakni di Pasar Kasih,  dimana pemasarannya dilakukan sebulan sekali.

Terkait harga jual, Kase mengatakan untuk periuk tanah dirinya menjual dengan harga bervariasi, tergantung ukuran yakni ukuran kecil Rp 5.000/buah, sedang Rp 7.500/buah dam besar Rp 15.000/buah. Sedangkan untuk dupa dijualnya dengan harga Rp 3.000/buah dan celengan dijual Rp 5.000/buah.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved