Oleh Willem B Berybe

Belajar dari Spirit Waka Waka, Eh Eh

Presiden SBY sendiri berinisiatif menyelenggarakan acara nonton bareng di rumah kediamannya di Cikeas Bogor bersama tokoh-tokoh nasional dan atlet Indonesia sebagaimana diberitakan Metro TV 11 Juli 2010 dan RCTI 12 Juli 2010. Di Afrika Selatan, tuan rumah PD, apa lagi. Sebut saja kawasan elit Melrose Arch, Johannesburg, di sana tempat-tempat nonton bareng terbuka untuk umum, termasuk para suporter luar negeri yang tidak senang nonton di dalam stadion

When you fall get up, oh oh
If  you fall get up, eh eh
Tsamina mina zangalewa
Cuz this is Africa
Tsamina eh eh
Waka waka, eh eh
Tsamina mina zangalewa
This time for Africa
(Sumber: Kompas, 28 Juni 2010)

ITULAH  sebagian syair lagu Piala Dunia 2010 di Afrika selatan yang mungkin masih mengiang-ngiang di telinga para penggemar sepak bola di mana pun berada. Betul. Event Piala Dunia (PD) telah mempersatukan semua lapisan masyarakat di seluruh pelosok planet bumi ini sambil menikmati sebuah pesta akbar milik semua bangsa. Tak peduli suku-ras-bangsa, warna kulit, bahasa, budaya, agama, kepercayaan, siapa saja terpaku di depan pesawat televisi atau duduk bersimpuh di depan layar monitor raksasa beramai-ramai seraya mata memelotot dalam kemasan 'nonton bareng'.

Presiden SBY sendiri berinisiatif menyelenggarakan acara nonton bareng di rumah kediamannya di Cikeas Bogor bersama tokoh-tokoh nasional dan atlet Indonesia sebagaimana diberitakan Metro TV 11 Juli 2010 dan RCTI 12 Juli 2010.  Di Afrika Selatan, tuan rumah PD, apa lagi. Sebut saja kawasan elit Melrose Arch, Johannesburg, di sana tempat-tempat nonton bareng terbuka untuk umum, termasuk para suporter luar negeri yang tidak senang nonton di dalam stadion. "Di sini kami bebas makan sambil minum wine dan merokok," kata Ricky Rogarias, suporter Portugal sebagaimana dikutip Kompas (28/6/ 2010). Area nonton bareng adalah ajang untuk berekspresi secara bebas  bagi penggemar sepak bola ketika menjagokan kesebelasan idolanya.

Kalangan media menyebut PD 2010 Afrika Selatan adalah pesta olahraga kaliber dunia di era kemajuan teknologi komunikasi terutama media sosial digital (Kompas, 28 Juni 2010). Bagaimana tidak. Perhelatan olahraga terpopuler di dunia ini mampu menyihir manusia untuk berbalik dari dominasi rutinitas kehidupan sehari-hari lalu suntuk menuju jam-jam tayangan televisi baik secara langsung (live) maupun yang tunda (re-run match).


Waka waka eh eh


Lagu resmi Piala Dunia 2010 Afrika Selatan "Waka waka, eh eh" membuat PD ini berbeda dengan PD lain yang pernah diselenggarakan di Eropa, Asia, Amerika, dan Amerika Latin. Salah satu aspek yang unik dan khas Afrika adalah tembang  yang dilantunkan oleh artis penyanyi Shakira asal Kolumbia  ini  benar-benar membawa pesan kuat "apa kata Afrika kepada dunia". 

Karakter lagu ini yang berlanggam staccato (menghentak-hentak) dengan dekorasi koreografi yang hits, dinamis serta tubuh-tubuh penari latar yang menggiurkan berbaur dalam kemilau warna 'hitam-putih' adalah cerita tentang kehebatan bangsa Afrika umumnya dan Afrika Selatan khususnya sebagai tuan rumah PD. Dengan menampilkan 'waka waka, eh eh' dalam irama lagu dan gerak identitas budaya lokal dan peradaban Afrika yang cinta musik ditampilkan di tengah-tengah derasnya modernisme. Nama benua Afrika yang identik dengan 'benua hitam', namun dahsyat dalam kontes pagelaran event kelas dunia ini. Komentator sepak bola dalam laga final menyebut penutupan PD 'a sensational closing ceremony' dengan permainan kembang api (fireworks) yang menakjubkan menggelembung-gelembung membubung di atas ubun-ubun stadion Soccer City, Johannesburg.

Terlepas dari partai final Belanda-Spanyol sebagaimana dilukiskan oleh komentator sepak bola  sebuah glorious final, tetap saja sebuah melodrama kemanusiaan yang tragis telah tertayang di atas pentas. Dua kutub realitas yang saling  bertentangan tak terelakkan lagi yaitu derai air mata kesedihan bagi yang kalah (tim oranye Belanda) dan gelak tawa kegirangan bagi yang meraih trofi PD (Spanyol). Itulah 'drama' sepak bola sesungguhnya.

Ada tiga pesan menarik dalam lirik lagu Piala Dunia Afrika kali ini. Semuanya  menggambarkan simbol-simbol kekuatan 'singa Afrika' itu: (1) Tsamina mina zangalewa.. (Ayo, kalian dari mana asalnya); (2) waka waka, eh eh .. (lakukanlah eh eh); (3) This time for Africa  (Saatnya sekarang bagi bangsa Afrika).

Ketiga penggalan lirik tersebut hendak memperlihatkan kepada dunia bahwa bangsa Afrika tak kalah dari negara-negara barat yang kelewat maju dan modern. Selaku tuan rumah yang baik Afrika Selatan (bangsa Afrika) ramah menyambut para peserta PD dari seluruh penjuru dunia. Tsamina mina zangalewa adalah kata-kata sapaan kekeluargaan orang Afrika kepada setiap tamu kesebelasan yang bakal bertanding di stadion-stadion megah dan gegap gempita oleh gemuruh bunyi alat musik tiup (terompet) yang popular dengan nama vuvuzela. Ia juga bercerita berupa ajakan, pembangkit semangat kepada negara-negara Afrika yang selalu disebut sebagai negara miskin, penuh dengan pemberontakan (perang sipil), kekerasan, tertinggal untuk membuktikan kekuatan di atas rumput lapangan hijau. Lolosnya Ghana ke babak 16 besar disebut-sebut sebagai kemenangan Afrika (benua Afrika) setelah kandasnya 5 negara Afrika lain (Afsel, Nigeria, Aljazair, Kamerun, dan Pantai Gading). Hanya pasukan Diego Forlan (Uruguay) saja akhirnya mampu menghentikan laju Ghana yang nyaris masuk pintu semi final.

Siapa lagi kalau bukan kita dan kapan lagi kalau bukan sekarang. Ungkapan ini tidak beda jauh dengan apa yang dilengkingkan artis cantik nan enerjik si Shakira 'This time for Africa'. Bangsa Afrika merasa bahwa sudah saatnya mereka bangkit dan buktikan kepada dunia. Jika di tahun 1955 masih banyak negara-negara di Asia dan Afrika yang belum merdeka dan dijajah oleh kaum kolonial (bangsa Eropa) dan adalah Indonesia saat itu yang getol memprakarsai gerakan Asia-Afrika untuk membakar semangat mengusir penjajah. Maka sebuah konferensi internasional untuk menggalang gerakan kekuatan negara-negara Asia-Afrika digelar di Bandung, Jawa Barat, Konferensi Asia-Afrika. Teringat akan semangat Ir. Soekarno kala itu dengan gagasan gigantisnya mencirikan negara-negara Asia-Afrika  sebagai 'the new emerging forces' dan Indonesia adalah pionirnya.  Ajang Piala Dunia Afsel, tepatnya 11 Juli 2010, adalah sejarah baru untuk menjawab dan membuktikan gagasan raksasa Soekarno. 


This time for NTT

Lain sepak bola lain pendidikan. Tapi yang sama adalah keberhasilan dan kegagalan entah di sepak bola, entah di dunia pendidikan. Sukses Afsel (Afrika) selaku penyelenggara pesta akbar sepak bola dunia bukan sebuah mimpi yang melayang-layang lalu jatuh di daratan benua hitam itu. Sebuah perjuangan dan kerja keras yang luar biasa serta tekad yang membaja telah menghantar negara yang pernah dipimpin oleh Nelson Mandela ini mendapat pujian FIFA dan dunia.

Kita bisa belajar dari spirit lagu PD 2010, waka waka, eh eh, bukan dalam hal sepak bola tetapi urusan pendidikan. Nyanyian sedih tentang hasil UN 2010 NTT seakan tersaput oleh hingar bingarnya vuvuzela Piala Dunia Afrika. Tahun pelajaran baru 2010-2011sudah di depan mata. Artinya UN 2011 harus dihadapi. Akankah propinsi tercinta ini kembali terpuruk dalam kualifikasi 33 propinsi? Ayo, this time for NTT!*



Guru SMA Katolik Giovanni Kupang

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved