Laporan Obby Lewanmeru
Perajin Tenun Ikat Merasa Dirugikan
KUPANG, POS-KUPANG.Com -- Para perajin tenun ikat di Kota Kupang merasa dirugikan oleh penjualan batik bermotif khas Nusa Tenggara Timur (NTT) pada sejumlah toko di Kota Kupang. Mereka menilai penjualan batik tersebut lambat laun akan mengganggu usaha yang mereka geluti.
KUPANG, POS-KUPANG.Com -- Para perajin tenun ikat di Kota Kupang merasa dirugikan oleh penjualan batik bermotif khas Nusa Tenggara Timur (NTT) pada sejumlah toko di Kota Kupang. Mereka menilai penjualan batik tersebut lambat laun akan mengganggu usaha yang mereka geluti.
Hal itu disampaikan Pemimpin Kelompok Perajin Tenun Ikat Ina Ndao, Dorce D Lussi, saat ditemui, Kamis (25/3/2010).
Lussi mengatakan, penjualan kain batik bermotif khas NTT berpengaruh terhadap omset penjualan tenunan yang dihasilkan Kelompok Perajin Ina Ndao.
"Kami sebagai perajin sekaligus pembina calon penenun di NTT sangat dirugikan dengan adanya kain batik yang motifnya seperti tenunan NTT. Itu akan menyisihkan produk tenun ikat yang dikembangkan perajin kecil," ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, pemerintah dan DPRD NTT harus mengambil sikap agar kehadiran kain batik bermotif NTT itu tidak sampai mematikan usaha tenun ikat di daerah ini.
"Kami minta pemerintah dan juga DPRD di daerah ini segera menyikapi hal itu sehingga kami perajin tenun ikat ini tidak dirugikan," kata Dorce.
Menurut dia, saat ini ia memimpin 1.780 kelompok perajin tenun ikat khas NTT. Para kelompok binaan itu menyampaikan kekesalan atas hadirnya kain batik bermotif khas NTT yang dijual bebas di Kota Kupang.
Mereka mempertanyakan apakah penjualan kain batik itu berkontribusi juga kepada masyarakat NTT. Kalau pun ada, itu hanya pajak yang diterima oleh pemerintah. Sedangkan masyarakat tidak mendapatkan apa-apa.
Selama ini, lanjut dia, pengrajin tenun ikat merasa terlindungi karena usaha itu senantiasa dinaungi pemerintah melalui bantuan pemberdayaan industri kerajinan tangan.
Akan tetapi, dengan adanya kain batik bermotif NTT, maka cepat atau lambat, perajin tenun ikat akan gulung tikar. Sebab, konsumen akan beralih membeli kain yang dihasilkan pabrik, ketimbang yang dibuat para penenun.
Apalagi harganya juga jauh lebih murah. "Kami sangat berharap pemerintah segera menyikapi hal ini," pintanya.
Pemimpin Tenun Ikat Jula Huba, Mince Lulu Ratu, juga mengungkapkan hal senada. "Penjualan kain batik bermotif NTT itu merugikan kami. Kami harapkan pemerintah segera mengambil sikap untuk melindungi perajin tenun ikat NTT," kata Mince. (*)