Laporan Obby Lewanmeru
Pengawasan Internal Bank Perlu Diperketat
KUPANG, POS-KUPANG.Com -- Pengawasan internal setiap bank perlu diperketat. Hal itu untuk mengurangi modus yang berkaitan dengan kejahatan perbankan. Pengawasan itu harus dilakukan secara melekat sehingga bisa berdampak pada peningkatan kinerja perbankan.
Demikian salah satu kesimpulan dari seminar sehari tentang Strategi Pengawasan Perbankan Berbasis Good Governance, yang berlangsung di Ruang Video Conference Fakultas Hukum (FH) Undana Kupang, Sabtu (12/12/2009).
Seminar yang diselenggarakan oleh himpunan mahasiswa bagian hukum perdata FH Undana ini dihadiri puluhan peserta baik yang didominasi mahasiswa FH. hadir pula Kepala Bagian Hukum Internasional FH Undana, Welem Wetan Songa, S.H,M.Hum, serta sejumlah dosen FH Undana. Tampil sebagai moderator pada seminar ini, Yossie Jacob, dengan pembicara tunggal Lector Kepala Hukum Bisnis FH Undana, Piet E Jemadu, S.H, M.Hum.
Jemadu menjelaskan, pengawasan internal bank biasanya dilakukan oleh komisaris. Selain itu perangkat direktur kepatuhan, yakni satuan kerja audit internal dan satuan kerja manajemen resiko. Beberapa komponen ini harus seiring sejalan, sehingga bank tersebut berkembang seperti apa yang diharapkan.
"Jika pola ini berjalan baik, maka pengawasan eksternal oleh Bank Indonesia (BI) akan menjadi lebih baik. Dengan begitu segala bentuk kejahatan perbankan dapat dicegah atau dihindari lebih dini," tandas Jemadu.
Dikatakannya, pengawasan internal bank biasanya juga bersifat vertikal dan horizontal. Yang horizontal, lanjutnya, artinya perbankan itu saling mengawasi satu sama lain. Sedangkan pengawasan vertikal itu dilakukan oleh pemimpin terhadap staf.
"Dari segi manajemen pengawasan, ada dua komponen yang saling bergantung, yakni orang yang mengawasi dan orang yang diawasi. Dua pihak ini harus punya kesadaran dan patuh pada hukum yang berkaitan dengan kehati-hatian serta berbagai regulasi perbankan, termasuk norma good corporate governance," ujarnya.
Selain pengawasan, Jemadu mengatakan, berbagai praktek penyimpangan dalam kegiatan perbankan mulai dari pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK), eksport fiktif, manipulasi oleh pemilik atau pemegang saham maupun oleh pengurus perbankan, menyebabkan banyak bank gagal berkembang.
Menurut dia, hakekat good corporate governance bagi bank umum, adalah aplikasi tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi, kewajaran dan kesetaraan. Good coporate governance ini diterbitkan oleh BI termasuk peraturan, kebijakan, mengatur dan memerintah. (*)
Mahasiswa Harus Paham
KETUA Panitia pelaksana seminar, Silfester Usnaat, mengatakan, perlu adanya pemahaman terhadap bank, bukan saja oleh masyarakat umum tapi juga oleh mahasiswa. "Mahasiswa juga perlu mengetahui dan memahami bagaimana pengawasan terhadap perbankan, sebab itu merupakan masalah publik. Karena merupakan masalah publik, maka sepantasnya kita semua harus memberi saran atau solusi," kata Usnaat.
Persoalan umum yang selalu menarik perhatian, lanjut Usnaat, adalah masalah ekonomi yang berhubungan dengan bank. Salah satu masalah yang terjadi saat ini, adalah kejahatan manajemen perbankan.
Dia mencontohkan kasus Bank Century. Bank ini merupakan salah satu bank bermasalah yang sampai sekarang menarik perhatian publik. Apabila pengetahuan tentang pengawasan perbankan tidak ada, maka akan muncul tafsiran yang menyesatkan.
"Karena itu, seminar ini merupakan salah satu wujud perhatian terhadap pengawasan perbankan, baik secara nasional maupun regional. Kita berharap ada seminar atau diskusi lain yang berkaitan dengan perbankan, agar semua masyarakat memahami perbankan dengan benar," harapnya. (*)