Tak Cukup Aspek WTP, Ini Pesan Anggota VI BPK RI
Ia meminta kalau bisa ini diikuti di provinsi dan seluruh kabupaten kota untuk mengadakan indikator pencapaian kemakmuran.
Tak Cukup Aspek WTP, Ini Pesan Anggota VI BPK RI
POS-KUPANG. COM | KUPANG -- Serah Terima Jabatan Kepala Perwakilan Provinsi NTT Badan Pemeriksa Keuangan ditandai dengan Penandatangan Serah Jabatan oleh pejabat lama Edward G H Simanjuntak dan pejabat baru Adi Sudibyo.
Anggota VI BPK RI, Prof H. Harry Azhar Azis, pada acara tersebut menyampaikan bahwa serah terima ini merupakan peristiwa rutin yang dilalui sehari-hari dan Edward telah mewariskan legasi di seluruh Provinsi NTT ini, dimana baru dua yang memperoleh WTP dan 21 Kabupaten/Kota lainnya masih WTD. Tingkat kelulusan yang terbaik adalah WTP, tapi jika daerah mendapatkan WDP juga sudah dikatakan lulus.
Oleh karena itu kepada Kepala BPK yang baru, katanya, agar dapat membimbing para Kepala Daerah khususnya kabupaten/kota se-NTT. Kalau bisa agar meningkatkan opininya sesuai kinerja dan pengelolaan keuangan di masing-masing tempat sehingga bisa naik menjadi WTP.
"Ada diskusi informal antara saya dengan Pak Adi, beliau berkata ada beberapa kabupaten/kota yang kemungkinan naik menjadi WTP," ujarnya.
Ia menyampaikan bila melihat perkembangannya sampai hari ini seluruh Indonesia pemda yang memperoleh WTP baru 3 persen tahun 2009. Sedangkan audit tahun lalu di
34 provinisi dan 93 kota, yang memperoleh WTP mencapai angka 76 persen dan Provinsi mencapai angka tertinggi sudah 33 Provinsi yang memperoleh WTP atau 97 persen jauh lebih tinggi dari pemerintah pusat.
Ia menyebutkan Pemerintah Pusat pada tahun lalu memperoleh WTP baru 91 persen, dari sebelumnya di tahun 2009 56 persen.
"Ini artinya kesadaran pengelolaan keuangan negara dari hari ke hari semakin baik. Sebagai contoh, provinsi Bali seluruhnya kabupaten/kota di Bali sudah WTP100 persen, ada lagi Kalimantan Selatan dan Gorontalo. Jadi mohon perhatian pada kepala BPK yang baru mulai pro aktif berhubungan dengan pimpinan dan kepala daerah se-NTT," tuturnya.
Dalam pengelolaan keuangan daerah, lanjutnya, bukan sekedar untuk mencapai kepatuhan saja yang seperti yang ditanyakan dalam UUD. Namun dikelola dalam tiga syarat, diantaranya terbuka dan kemakmuran.
Apa itu yang dimaksud dengan kemakmuran rakyat? Ketika dirinya di DPR ia memperjuangkan bukan definisinya tetapi indikatornya.
Ia meminta kalau bisa ini diikuti di provinsi dan seluruh kabupaten kota untuk mengadakan indikator pencapaian kemakmuran.
"Waktu saya masih di DPR ada 4 indikator utama ukuran kemakmuran, yaitu angka kemiskinan yang terus menurun. Kemudian angka pengangguran yang terus menurun. Selanjutnya angka gini ratio yang menunjukkan distribusi pendapatan yang juga terus menurun dan terakhir yang angka indeks pembangunan manusia yang terus naik," terangnya.
Ia menyampaikan hari ini adalah Hari Pendidikan Nasional, dimana Indeks Pembangunan Manusia (IPM) itu pendidikan yang menjadi satu variabelnya, disamping dua variabel lain yaitu kesehatan dan daya beli pendapatan.
Ia menjelaskan Angka IPM Indonesia di tahun 2017, 70,8 persen, Nusa Tenggara Timur, 63, 7 persen, DKI Jakarta, 81 persen, China, 75 persen, Singapura, 93 persen dan Norwegia 97 persen.
• STFK Ledalero, SMA Seminari Kisol dan SMPK St. Yosef Naikoten Juara Lomba Karya Ilmiah Bank NTT
• Zodiak Cinta Edisi Bulan Mei 2019, Asmara Capricorn, Leo dan Virgo Kurang Baik
Jika membandingkan antara Indonesia dan Singapura, lanjutnya, Singapura merdeka tahun 65. Indonesia merdeka 20 tahun sebelumnya. Artinya Indonesia terlebih dahulu merdeka dari Singapura tahun 60-an. Itu artinya angka pendapatan per kapita Indonesia dan Singapura kurang lebih sama, dimana duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.