Tahukah Kamu? Penemuan Pembalut Pertama Untuk Kepentingan Kaum Pria
Penemuan pembalut pada awalnya untuk kepentingan kaum pria, digunakan untuk apa saja ya?
POS-KUPANG. COM - Pembalut sekali pakai adalah teknologi yang mengubah cara seluruh perempuan di dunia menangani "tamu" bulanan mereka.
Tapi tentu saja, pembalut sekali pakai tidak begitu saja tercipta. Ada sejarah panjang tentang benda yang satu ini.
Masa Kuno
Dalam sejarah, pada awal abad ke-4 di Yunani Kuno, pembalut pra-modern telah digunakan. Saat itu, perempuan menggunakan kain untuk menampung darah kewanitaannya.
Selain kain, mereka juga menggunakan kapas atau wol domba dalam pakaian mereka untuk membendung aliran darah menstruasi.
Pemikir Yunani terkemuka Hypatia bahkan melemparkan kain bekas menstruasi tersebut kepada para pengagum laki-lakinya untuk mengusir mereka.
Sebaliknya di China, para perempuan menggunakan kain yang diisi pasir sebagai pembalut menstruasi. Ketika kain itu cukup basah, mereka akan membuang pasir dan mencuci kainnya.
• Indra Sjafri Beri Apresiasi Kepada Akademi Bintang Timur Atambua
• Siap - siap PPBD Tahun Ini Dimulai Bulan Mei Sesuai Permendikbud Baru
Di masa Mesir Kuno, para perempuan menggunakan papirus sebagai alas haid mereka. Sebelum digunakan, papirus direndam dalam air terlebih dahulu.
Pembalut Modern Dibuat untuk Laki-laki
Pembalut sekali pakai pertama dipikirkan oleh para perawat selama masa perang.
Tujuan sama sekali bukan untuk menstruasi perempuan, melainkan untuk para pria.
Tepatnya, untuk menghentikan pendarahan bagi para prajurit yang bertempur.
Sekitar abag ke-19, pembalut sekali pakai pertama dibuat oleh perawat Perancis dari perban bubur kayu. Ya, saat itu pembalut tidak dibuat dari kapas karena ketersediaannya yang sangat terbatas.
• Penutupan RM Sari Bundo, Dinkes Kota Kupang Bentuk Tim Pengawasan
• Status KLB DBD di Kota Kupang Dicabut
Para perawat membuat pembalut dari sphagnum moss, tanaman yang sangat mudah menyerap dengan sifat antimikroba.
Perusahaan besar mulai memproduksinya secara massal dengan nama Cellucotton. Pada akhir perang pada tahun 1918, produsen Cellucotton mulai kebingungan karena surplus pembalut.
Para prajurit dan palang merah tidak lagi membutuhkan mereka. Perban-perban ini cukup murah untuk dibuang sehingga para perawat mulai menggunakannya untuk menstruasi mereka.