Ganjar Imbau Masyarakat Cerdas Memilih Pemimpin, dan Tidak Ikut Menyebarkan Berita Bohong
Ganjar Imbau Masyarakat Cerdas Memilih Pemimpin, dan Tidak Ikut Menyebarkan Berita bohong
Ganjar Imbau Masyarakat Cerdas Memilih Pemimpin, dan Tidak Ikut Menyebarkan Berita bohong
POS-KUPANG.COM | MAGELANG - "Tuanku adalah Rakyat, Gubernur hanya Mandat" adalah prinsip seorang Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang ditulis dalam biodata akun media sosialnya.
Menurut Ganjar, prinsip tersebut mengandung arti bahwa rakyat lah yang memilih pemimpin, rakyat yang memberi tugas pemimpin, bukan pemimpin yang mencari pemilih.
• WNI di Luar Negeri akan Ikuti Pemilu 2019 Tanggal 8 Hingga 14 April 2019, Ini Penjelasan KPU
"Kita lah yang memberi kriteria ketika memilih pemimpin. Nek salah pilih iso moncrot, gelo (menyesal), Nek ora milih (kalau tidak memilih), berarti jadi orang yang tidak tanggung jawab," kata Ganjar saat menjadi pembicara Dialog Budaya Kerja Menuju Indonesia Bahagia di Keloen Original Batik Artwork, Dusun Wanasri, Kelurahan Tirtosari, Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, Sabtu (16/2/2019) malam.
• Mathias Beyeng: Hama Aspidiotus Destructor Itu Kutu yang Punya Perisai
Ganjar mengimbau masyarakat untuk cerdas dalam memilih pemimpin, termasuk tidak ikut dalam menyebarkan berita bohong alias hoaks.
Ganjar mencontohkan peristiwa penutupan pemerintah federal Amerika yang sampai saat ini membawa dampak luar biasa.
"Gelombang protes pegawai negeri masih berlangsung karena tidak mendapatkan gaji. Itu dampak rakyat di sana salah memilih pemimpin, yang tidak bisa diajak rembugan (bermusyawarah). Sehingga, pemerintahan menjadi mandeg," tandasnya.
Karena itu, menurut politisi PDI-P itu, menjadi pemimpin harus punya akal sehat, hati bersih dan memberi manfaat untuk sesama.
"Golek (cari) pemimpin yang peduli lingkungan, cinta Indonesia dan cinta rakyat. Nek gak sanggup, minggir. Entuk ngamuk, tapi ora ngomak-ngamuk, (kalau tidak sanggup, minggir. Boleh ngamuk, tapi jangan ngamuk terus)," tukas Ganjar.
Dalam kegiatan dialog budaya itu, hadir pula pembicara lainnya, yakni Direktur Eksekutif Yayasan Karina RD Antonius Banu Kurnianto, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Kajen Pati Gus Umar Fayumi dan budayawan Triyanto Triwikromo.
Budayawan Triyanto Triwikromo menambahkan, bahwa dalam perspektif kebudayaan memilih pemimpin adalah untuk hidup bahagia atau tidak, berporos pada noto karep (menata niat/kehendak).
"Noto karep. Apakah mau menata kehendak berkuasa, atau menata kehendak untuk mensejahterakan rakyat, menghidupkan rakyat sesuai kebutuhannya," ujarnya.
Kemudian, pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang bisa hidup sederhana, dalam ungkapan Jawa "sak cukupe, sak butuhe, sak benere, sak mestine". Sikap demikian bisa menhindarkan dari tindakan korupsi.
"Tapi persoalannya, masih banyak yang rakus, akhirnya korupsi. Prinsip hidup Jawa sudah mengajari tidak berlebihan. Boleh bilang mangan (makan), tapi nek mongan mangan (makan terus) jadi berlebihan. Ngontak-ngantuk. Mloka-mlaku. Sakcukupe wae (secukupnya saja). Memilih hidup bahagia itu kuncinya noto karep," ungkap Triyanto. (Kompas.com)