Berita Ekonomi Bisnis

Dari Kelor, Kerja Dua Bulan Hasilnya Satu Miliar Rupiah

Dinas Pertanian NTT menargetkan pengiriman awal bubuk kelor sebanyak satu kontainer atau 20 ton dengan nilai Rp 1 miliar

Penulis: Adiana Ahmad | Editor: Hermina Pello
POS KUPANG.COM/OBY LEWANMERU
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat menanam kelor di lokasi wisata Pantai Lasiana, Kota Kupangn, Minggu (28/10/2018 

Laporan Wartawan POS-KUPANG.COM, Adiana Ahmad

POS-KUPANG,COM | KUPANG-Bubuk kelor yang diekspor ternyata tidak sembarang kelor tetapi harus dari kelor organik atau dari lahan yang tidak terkontaminasi pestisida atau pupuk kimia.

Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTT, Yohanes Tay Ruba ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (30/10/2018) mengatakan, untuk pengembangan kelor klaster daun harus benar-benar organik, karena itu, lahan yang disiapkan harus benar-benar lahan baru.

"Siapkan lahan. Terbaik kalau lahan baru. Tidak boleh terkontaminasi bahan kimia. Usia enam bulan sudah bisa pangkas. Daun dipisah dari tulang dan dikeringkan," jelas Yohanes.

Setelah ada lahan, lanjut Yohanes, pihaknya akan siapkan demplot dan road map kerja sama dengan BPTP, komunikasi dengan mitra untuk pembiayaan karena pemerintah sifatnya hanya memfasilitasi.

Yohanes mengungkapkan, pemerintah akan menyiapkan benih untuk lahan-lahan demplot dan lahan masyarakat yang ingin mengembangkan kelor.

"Ini peluang sekaligus tantangan bagi kita. NTT potensi cukup besar karena lahan masih luas. Di Jawa, lahan yang layak untuk kelor klaster daun terbatas," kata Yohanes.

Dijelaskan, Dinas Pertanian NTT menargetkan pengiriman awal bubuk kelor sebanyak satu kontainer atau 20 ton dengan nilai penjualannya Rp 1 miliar.

Untuk mendapatkan bubuk daun kelor sebanyak itu dibutuhkan lahan seluas 40 sampai 60 hektar are tanaman kelor.

Yohanes mengatakan, permintaan bubuk kelor dari luar cukup besar. Sementara stok yang ada pada masyarakat masih terbatas.

"Pengembangan kelor kita bagi dua klaster, yakni klaster daun untuk memenuhi permintaan bubuk dari buyers 1.000 ton per tahun dan klaster biji," kata Yohanes.

Ia mengatakan, tahun ini pengembangan kelor untuk kluster daun baru pada demplot-demplot di Oeteta, Pitai Sulamu Kabupaten Kupang dan Oefafi di Kupang Timur.

"Sedangkan klaster biji kita baru canangkan di pekarangan, pematang dan teras-teras. Pohonnya tidak dipangkas seperti klaster daun. Tapi daunnya bisa dimanfaatkan untuk konsumsi keluarga dalam rangka perbaikan gizi keluarga atau mencegah gizi buruk dan stunting. Kita juga bagi bibit ke gereja dan masjid. Kita harus bekerja bersama menyukseskan program ini. Target kita tahun 2023, sudah ada 50 juta pohon kelor di NTT," demikian Yohanes.

Dikatakan Yohanes, untuk memenuhi target 1.000 ton per tahun pihaknya juga meminta pemerintah kabupaten/kota menyiapkan lahan 40-60 hektar untuk pengembangan kelor.

Bibit Kelor di Dinas Pertanian Provinsi NTT. Gambar diambil Selasa (30/10/2018).
Bibit Kelor di Dinas Pertanian Provinsi NTT. Gambar diambil Selasa (30/10/2018). (POS KUPANG.COM/ADIANA AHMAD)

"Satu kontainer itu nilainya Rp 1 miliar. Kerjanya cuma dua bulan. Kita harap pemerintah kabupaten/kota juga bergerak di lapangan. Kita juga minta bank bantu pembiayaan dalam bentuk kredit lunak. Kita optimis program ini berhasil karena pembelinya sudah ada," jelas Yohanes.

Yohanes juga meminta pemerintah desa manfaatkan dana desa untuk pengembangan kelor.

"Saya jamin 1.000 ton per tahun bisa terpenuhi. Pengembangan kelor tidak mengubah fungsi lahan. Bisa manfaatkan lahan tidur, semak belukar. Masih banyak lahan di NTT belum dimanfaatkan," tambah Yohanes. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved