Berita Kabupaten Sikka
Jelang Pelantikan Bupati Sikka, Otto Gusti Ingatkan Lima Modus Korupsi Anggota DPRD
Bupati Sikka terpilih disambut Kristo Blasin, selaku Ketua Ikatan Keluarga Maumere di Kupang, di Bandara El Tari Kupang.
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
POS-KUPANG.COM - Menurut rencana, Kamis (20/9/2018), Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, mewakili Presiden RI, melantik pasangan Bupati dan Wakil Bupati Sikka periode 2018-2023, yakni Fransiskus Roberto Diogo, S.Sos, M.Si dan Romanus Woga, BA.
Pasangan ini sudah tiba di Kupang, Rabu (19/9/2018). Mereka disambut Kristo Blasin, selaku Ketua Ikatan Keluarga Maumere di Kupang, di Bandara El Tari Kupang.
Sebagaimana ditulis Kristo Blasin di akun Facebooknya, Ikatan Keluarga Maumere di Kupang akan melaksanakan kegiatan ucapan syukur atas terpilih dan dilantiknya pasangan bupati dan wakil bupati Sikka yang baru ini.


Netizen mengapresiasi kebersamaan warga Sikka di Kupang dalam mendukung pasangan bupati dan wakil bupati Sikka yang baru.
"Selamat dan sukses. Kami mendoakan agar semua proses berjalan lancar. Berkat Tuhan," tulis Stefanus Akarmaga.
Gladi bersih pelantikan Fransiskus Roberto Diogo, S.Sos, M.Si dan Romanus Woga, BA menjadi Bupati dan Wakil Bupati (Wabup) Sikka periode 2018-2023, sudah dilakukan di Aula Fernandez, Gedung Sasando Kantor Gubernur NTT, Jl El Tari Kupang, Rabu (19/9/2018) petang.
Lima Modus
Menyambut pelantikan tersebut, dosen sekaligus ketua STFK Ledalero Maumere, Pater Dr. Otto Gusti Madung, SVD melalui akun facebooknya, menyampaikan selamat menjalankan tugas kepada pasangan bupati dan wakil bupati Sikka terpilih.
"Maksudnya biar rakyat tahu dan mengawasi pejabat publik terpilih dan tidak tenggelam dalam euforia pesta pora. Sebab, power tends to corrput, absoute power corrupts absolutely," tulis Otto Gusti.
Dia pun mengingatkan lima modus korupsi yang potensial dilakukan oleh anggota DPRD.
Pertama, menerima suap untuk memuluskan laporan pertanggungjawaban kepala daerah atau penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Suap cara ini sering kali disebut ”uang ketok palu”. Agar tidak ada penolakan dari legislatif, kepala daerah harus mengeluarkan uang suap untuk pimpinan maupun semua anggota DPRD.
Kedua, menambah pendapatan anggota dan pimpinan Dewan secara tidak sah melalui pos anggaran DPRD.
Ketiga, menitipkan proyek atau alokasi khusus melalui anggaran yang diusulkan pemerintah.
Keempat, penggunaan dana APBD tidak sesuai peruntukan dan tanpa bukti pendukung.
Kelima, suap dalam proses penyusunan dan pengesahan sebuah peraturan daerah.