Suster Estho Senang Jika Ibu Negara Lihat Korban Kekerasan Seksual di Shelter

selama 2017 tercatat 141 orang korban di Sikka. Jika sejak tahun 2000-2018 tercatat 2.000 korban KDRT dan korban kekerasan seksual anak

Penulis: Eugenius Moa | Editor: Ferry Ndoen
zoom-inlihat foto Suster Estho Senang Jika Ibu Negara Lihat Korban Kekerasan Seksual di Shelter
pos kupang.com, egnius moa
Suster Eusthocia, SSpS

Laporan Wartawan Pos Kupang.com, Eeginius Mo'a

POS-KUPANG.COM, MAUMERE---Kunjungan Ibu Negara, Ny.Iriani Joko Widodo ke Kota Maumere, Pulau Flores, Rabu (4/4/2017) salah satunya agendanya dengan bertemu tokoh perempuan inspiratif. Suster Eustochia, SSpS, salah satu dari tiga tokoh perempuan di Sikka yang diajak dialog pada jamuan makan siang di Sea Word Club.

Suster Estho, sapaannya mengaku senang dengan kunjungan itu. Namun hanya agenda dialog, Suster Estho mengaku belum menyentuh kehendaknya.

"Saya minta kepada Plt (Pelaksana tugas) Bupati Sikka, Drs.Paolus Nong Susar, supaya istri Presiden datang ke Shelter (penampungan korban kekerasan seksual). Tapi katanya tidak dijadwalkan," ujar Suster Estho kepada pos-kupang.com, Rabu (3/4/2018) di Biara SSpS Jalan Ahmad Yani Maumere.

Menurut Suster, penting adalah menyaksikan kondisi anak-anak perempuan korban kekerasan seksual. "Saya sesalkan. Seharusnya datang lihat anak-anak korban. Untuk apalah bertemu saya," ujarnya.

Namun karena tidak dijadwalkan, Suster Estho akan bertemu Ibu Negara. Agenda yang yang akan disampaikannya membicarakan kasus kekerasan anak perempuan dan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ditangani Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRuK-F).

Ia mengatakan, selama 2017 tercatat 141 orang korban di Sikka. Jika sejak tahun 2000-2018 tercatat 2.000 korban KDRT dan korban kekerasan seksual anak.

Kepada Ibu Negara, Suster Estho menyampaikan kondisi Shelter. Kapasitasnya hanya menampung tiga sampai lima tempat tidur. Meski setiap bulan menampung 20-40 orang. Tak ada tempat tidur, yang lain tidur di lantai beralas kasur.

"Saya harapkan ada bantuan bangun Shelter yang lebih luas, supaya bisa tampung anak-anak korban kekerasan seksual, korban trafficking dan ibu-ibu korban KDRT. Ada ruangan untuk dampingi dan mediasi korban dengan suami," ujar Suster Estho.

Selain juga ruangan serba guna untuk trauma hilling, yakni tempat melatih anak-anak korban melepaskan beban trauma dengan beberapa gerakan dan permainan adat budaya dan psikologi.

"Lokasinya tetap di sini (biara SSpS). Kita minta bantuan dana pembanguna. Itu juga kalau mereka mau. Kalau tidak mau ya sudah," tandasnya.

Shelter sejak berdiri tahun 2000, baru tiga tahun belakangan mendapat bantuan pemerintah daerah Rp 75 juta/tahun untuk makan minum dan pakaian. Sebelumnya kebutuhan shelter datang dari komunitas biara.

"Tidak cukup, saya paksakan dicukupi. Korban datang dengan kondisi sangat sulit, pakaian di badan, sakit fisik dan psikis, harus beli obat dia luar. Apalagi perempuan kebutuhannya banyak," ujarnya.

Suster Estho, juga membicarakan korban trafficing di NTT dalam tempo tiga bulan menelan banyak nyawa. Melalui Presiden RI, dia minta tanggungjawab gubernur dan bupati menindak tegas PJTKI, calo menipu merekrut dan mengirim tenaga kerja yang miskin dan tidak punya akses informasi kerja di luar negri.

"Saya minta Ibu Negara bicarakan dengan Presiden Joko Widodo untuk tanggungjawab melindungi tenaga kerja. Mereka punya tanggungajwab datangkan devisi, tapi negara belum maksimal melindunginya," kata Suster Estho. (*)

Sumber: Pos Kupang
Tags
Maumere
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved