Perlukah Tes Keperawanan dalam Proses Rekrutmen Prajurit TNI dan Anggota Polisi?
Tes keperawanan untuk seleksi polisi dan prajurit perempuan di Indonesia harus segera dihapus.
POS-KUPANG.COM- Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan, 25 November sampai 10 Desember setiap tahun, menjadi momentum yang tepat untuk menyoroti bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan tidak hanya individual dan orang-orang dekat.
Kekerasan seksual juga dilakukan oleh aparat lembaga negara atas nama moralitas yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Tes keperawanan untuk seleksi polisi dan prajurit perempuan di Indonesia harus segera dihapus.
Pada 2014, Human Rights Watch merilis hasil riset tentang tes keperawanan untuk calon anggota perempuan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Baca: Benar-benar Gila, Pria Ini Ngamuk di Sekolah Dasar Sebabkan 2 Orang Murid Tewas, Ini Balasan Warga
Setahun berikutnya, lembaga ini merilis bahwa praktik serupa juga terjadi dalam rekrutmen prajurit perempuan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kala itu publik Indonesia mengecam keras Polri atas praktik “tes keperawanan” terhadap pelamar perempuan dalam proses perekrutan polisi.
Cerita miris tes keperawanan juga diungkap dalam proses rekrutmen prajurit perempuan di TNI, tapi sampai kini sistem tersebut belum berubah.
Banyak yang mengangkat soal ketidakadilan praktik tersebut.
Baca: Video! Gadis 19 Tahun Lakukan 50 Kali Operasi Agar Mirip Angelina Jolie, Hasilnya Bikin Merinding
Mereka berpendapat bahwa tes itu bersifat seksis, menyakitkan, dan menciptakan trauma.
Mereka juga mengingatkan bahwa keperawanan tidak relevan dengan apakah seorang petugas dapat melakukan tugas kepolisian atau tidak.
Namun sedikit yang mempertanyakan aspek yang paling meragukan dari praktik mengerikan ini: validitas tes itu sendiri.
Masalah global
Tes keperawanan tidak hanya terjadi di Indonesia.